Memuliakan tetangga adalah wajib dalam Islam yang dapat
mengantarkan seorang muslim masuk ke dalam Surga ataupun Neraka. Siapakah yang
dimaksud dengan tetangga ? Menurut Imam as-Suhaymi, kriteria tetangga ialah
orang yang jarak antara rumah Anda dengan rumahnya kurang dari 40 rumah dari
berbagai arah. Islam mensyariatkan, memuliakan tetangga adalah wujud keimanan
dan bagian dari akhlak mulia. “Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat
baiklah kepada dua orang ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakandiri”(An-Nisaa’: 36)
Rasulullah bersabda : “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya, “.(HR Muslim)
Dalam hadis lain, Rasulullah
mengungkapkan bahwa Jibril selalu memerintahkannya untuk berbuat baik
kepada tetangga, sampai-sampai beliau mengira tetangga termasuk salah satu ahli
waris. ‘Malaikat Jibril senantlasa
berpesan kepadaku untuk selalu berbuat baik kepada tetangga, hingga aku
menyangka tetangga itu akan Ikut mewarisinya.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Ada kisah tentang seorang wanita ahli ibadah, tapi divonis
oleh Rasul sebagai ahli neraka. Mengapa? Karena ia selalu menyakiti
tetangganya. “Wahai Rasulullah, ada seorang
wanita bangun di waktu malam (shalattahajud) dan berpuasa di slang hari. Dia
juga berbuat baik dan bershadaqah. Akan tetapi dia suka mengganggu tetangga
dengan lidahnya.” Rasulullah
menjawab, “Tidak ada kebaikan baginya,
dia adalah penduduk neraka.” Lalu,
mereka bertanya, Ada seorang wanita lain yang melakukan shalat fardhu,
bershadaqah dengan gandum, dan tidak pernah mengganggu tetangganya.” Rasulullah bersabda, “Dia adalah bagian dari
penduduk surga” (HR Al
Bukhari)
Hadist diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa ibadah
tidak melulu langsung kepada Allah (hablum minallah), tapi juga bersentuhan
dengan unsur sesama (hablum minannas). Karena itu, Rasul memerintahkan Abu Dzar dan istrinya agar
memperbanyak kuah saat memasak. “Jika
engkau memasak sayur maka perbanyaklah kuahnya, lalu perhatikan tetanggamu, dan
berikanlah kepadanya dengan cara yang baik”.
(HR Muslim).
Rasul pun menyatakan tidak beriman seseorang yang tidur
dalam keadaan kenyang sementara tetangganya meringis kelaparan. “Saya pernah mendengar Ibnu
Abbas meriwayatkan dari Ibnu Zubair dimana dia menuturkan, Saya pernah
mendengar Rasulullah bersabda, “Bukan
termasuk orang yang beriman, siapa saja yang kenyang sedangkan tetangganya
dalam keadaan lapar’ (HR
AI-Bukhari)
Intisari dari Tabligh Akbar di Masjid Baitulmuslimin Alun Alun Purwokerto, Ahad 29 Maret 2015 Pukul 09.00 WIB bersama Ustadz M. Nuzul Zikri Lc.
Peliput: Ustadz M. Ajib Tamami, SE (Ketua Takmir Masjid Assalam)
No comments:
Post a Comment